Total Tayangan Halaman

Jumat, 30 Maret 2012

Masyarakat Urban dan Pelestarian Sungai

            Wakil Presiden Budiono telah menetapkan beberapa rencana aksi gerakan nasional perbaikan standar kebersihan, 3 November 2011 yang lalu di Istana wakil presiden.
Enam point yang menjadi sasaran utama, salah satunya adalah pembersihan sungai-sungai yang mengaliri kota dan pemukiman. Penetapan sasaran ini menemukan urgensinya, sebab sungai-sungai di Indonesia, khususnya yang mengalir di kota-kota besar, mulai terganggu keseimbangannya. Menurut hasil kajian Kementrian Lingkungan Hidup 2010, 33 sungai
besar di Indonesia telah tercemar oleh limbah, baik limbah berat, sedang maupun ringan. Hampir 70-80 persen sungai tercemari oleh limbah domestik. Sehingga sungai kita telah beralih fungsi sebagai tempat sampah dan jamban raksana bagi masyarakat. Padahal di perkotaan, air sungai ini menjadi bahan baku bagi air PDAM yang dialirkan ke rumah-rumah warga. bahkan ada beberapa masyarakat perkotaan yang memanfaatkan air sungai untuk mandi dan mencuci.
            Berubahnya fungsi ekologis sungai tidak lepas dari pengaruh pembangunan yang terus digalakkan pemerintah. Ledakan pembangunan, tak pelak telah menyedot kaum urban datang kekota. Mereka berbondong-bondong mengadu nasib ke kota-kota besar dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan. Alih-alih memiliki kemampuan dan keahlian, mereka rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan skill yang terbatas. Sehingga bukan pekerjaan dan kehidupan yang layak yang didapat, tapi justru kehidupan yang serba susah.
Karena terbatasnya lahan di perkotaan, para kaum urban membuka hunian salah satunya di kawasan stren sungai. Mereka memanfaatkan bantaran sungai sebagai lahan tempat tinggal. Awalnya kawasan ini dihuni hanya beberapa orang, namun lambat laun menjadi puluhan bahkan ratusan orang. Mereka hidup berdesak-desakan yang secara visual terkesan kumuh dan jorok. Masyarakat urban ini juga memiliki perilaku yang kurang baik, yaitu kebiasaan melakukan MCK di sungai, membuang limbah rumah tangga baik organik maupun non organik ke sungai.
Pola pertumbuhan kawasan tepi sungai semacam ini lambat laun akan merusak fungsi koridor riparian sungai sebagai jalur hijau. Akibatnya,  baik secara biotik maupun abiotik, terjadi perubahan fungsi ekologi kawasan bantaran sungai sebagai pelindung lereng dari erosi lateral dan longsor (land slide), musnahnya habitat satwa “penyaring” polutan yang masuk ke sungai serta perubahan fungsi suplai nutrient dari luruhan vegetasi tepi sungai yang menyuburkan sungai.
             
Menumbuhkan partisipasi masyarakat
Alih fungsi Kawasan Tepi Air Sungai (KTAS) yang kian tak terkendali, menjadi salah satu masalah besar yang dihadapi oleh kota yang memiliki aliran sungai. Fenomena ini menjadi problem yang komplek. Sebab tidak hanya semata-mata masalah lingkungan, namun juga sosial, ekonomi dan keamanan. Dalam rangka meminimalkan dampak negatif dari pemanfaatan KTAS, diperlukan pemahaman dan penanganan semua aspek yang menyertai secara komprehensif dan memperhatikan keberlanjutan kehidupan sosial, budaya serta ekologis kawasan,
Sebagai regulator negara, pemerintah pusat maupun daerah telah berusaha menangani permasalahn ini. Namun sayangnya, pendekatan yang dipakai seringkali hanya berhenti pada pendekatan punitif-represif (sekadar melakukan razia dan relokasi) tetapi tidak ditindaklanjuti dengan upaya pembinaan yang efektif.
Pemerintah juga sudah menerbitkan perangkat perundangan yang mengatur tentang masalah pemanfaatan bantaran sungai sebagai kawasan jalur hijau. Akan tetapi sekali lagi, problemnya tidak semata-mata persoalan lingkungan. Ada faktor ekonomi dam sosial disana, sehingga upaya perencanaan, perancangan, serta pengendalian pemanfaatan KTAS tidak boleh dilakukan secara sektoral.
Menurut Tjokrowinoto (1987), penanganan problem yang melibatkan manusia didalamnya, akan lebih tepat jika mempertimbangkan faktor psikologis dengan menggunakan strategi yang berkelanjutan (sustainable development), agar menumbuhkan self sustaining capacity dari masyarakat. Artinya, penanganan problem pencemaran sungai karena adanya alih fungsi jalur hijau sebagai hunian, seharusnya berpusat pada masyarakat urban itu sendiri sebagai subjeknya. Strategi ini akan menumbuhkan partisipasi mereka dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam prosesnya, pertama; perubahan mindset masyarakat urban agar berwawasan ekologis, sehingga mereka tidak lagi membuang sampah dan tinja kesungai, kedua; penguatan ekonomi yang berangkat dari potensi yang mereka miliki. Sampah menurut saya adalah faktor yang berpotensi ekonomi bagi kaum urban. Masyarakat urban diberikan pelatihan pengolahan sampah baik organik maupun non organik, hingga menjadi barang yang bernilai ekonomi. Dari sini, diharapkan dapat menopang perekonomian masyarakat urban, ketiga; pemberian bantuan modal bagi masyarakat urban. Modal ini sangat penting agar mereka dapat melakukan inovasi dan pengembangan terhadap potensi lokal yang mereka miliki, dalam hal ini adalah pemanfaatan limbah sampah, keempat; penguatan dan pendampingan dari sisi merketing. Sebuah produksi dikatakan berhasil apabila proses pemasaran berjalan dengan lancar. Pada level ini, diperlukan sebuah regulasi ekonomi yang memihak pada produk-produk kerakyatan. Produk masyarakat urban belum bisa dilepas begitu saja ke pasaran untuk bersaing dengan produk lain yang sejenis.
Empat langkah ini, apabila berjalan dengan efektif, dua keuntungan yang akan didapat, pertama; pencemaran lingkungan sungai dapat diminimalisir, kedua; terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat urban, sehingga mereka dapat hidup layak dan mandiri dilingkungan yang lebih kondusif.  Pemerintah pada akhirnya tidak perlu repot-repot melakukan penggusuran dan relokasi, karena pada akhirnya, masyarakat di bantaran sungai akan mencari sendiri tempat yang layak bagi kehidupan mereka.

Senin, 16 Januari 2012

Bangsa Penuh Amarah

            Tahun 2011 telah berlalu berganti dengan tahun baru 2012. Sejarah telah mencatat beragam peristiwa  terjadi  sepanjang tahun 2011, tak terkecuali kasus-kasus  kerusuhan dan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat kita. Mulai dari bentrok antar warga dibeberapa daerah, tragedi berdarah Sodong, Mesuji, kasus bentrokan polisi dan warga di Bima, hingga yang paling baru penyerangan warga kepada sebuah pesantren di Madura. Kerusuhan dan kekerasan yang terjadi ini seringkali berdarah-darah, hingga menimbulkan korban luka bahkan meninggal.
Tahun 2011 lalu, wajah Indonesia tampaknya penuh dengan kegeraman. Masyarakat cenderung menyelesaikan masalah dengan penuh amarah. Dari sini lalu muncul pertanyaan, apakah hasrat menghancurkan ini sesuatu yang melekat pada diri manusia Indonesia? Menjadi bagian dari karakter rakyat indonesia? Padahal selama ini masyarakat Indonesia dikenal dengan budaya santun dan ramahnya, yang berarti jauh dari perilaku merusak.
            Menurut Erich Fromm dalam bukunya, The Anatomy of Human Destructiveness, tahun 1973, kekerasan yang dilakukan oleh manusia dipicu oleh kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan individu berkembang secara positif. Kondisi ini menjadi penghambat bagi tegaknya kepentingan dasar manusia, sehingga individu bereaksi untuk mempertahankan eksistensinya.
Pendapat Fromm ini setidaknya memberikan gambaran bahwa dorongan agresi yang muncul pada masyarakat Indonesia bukanlah watak dan karakter yang melekat pada diri manusia Indonesia, sehingga bisa timbul dengan sendirinya. Akan tetapi sesuatu yang muncul karena ada faktor yang menstimulasinya. Dorongan ini lebih bersifat reaktif.
Kemiskinan, kebodohan, perlakuan diskriminatif, adanya pelanggaran HAM, sistem yang timpang, sifat konsumerisme, semuanya melahirkan ketakberdayaan, kekecewaan dan kemarahan yang berujung pada perilaku agresi. Dan tampaknya rakyat Indonesia sedang mengalami kekecewaan dan frustasi akibat lingkungan yang kurang berpihak pada kepentingan eksistensinya. Masyarakat telah memendam amarah atas kondisi yang mereka hadapi.
Ambil saja contoh tragedi berdarah di Bima. Bentrokan fisik antara warga dengan aparat yang berujung pada kematian ini , merupakan bentuk perilaku penuh amarah.  Warga menjadi gampang tersulut amarah karena frustasi atas ketimpangan yang terjadi. Masyarakat merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah. Sehingga merasa eksistensinya terancam. Dalam kondisi demikian, kemampuan mendasar yang berupa rasionalitas menjadi tidak berfungsi. Alih-alih berfikir sehat, reaksi yang muncul malah menimbulkan kerusakan, kematian dan kekacauan sosial.

Kekerasan oleh para elit
Para elit negara yang melakukan korupsi sejatinya juga telah melakukan tindak kekerasan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Mereka bertindak agresi dengan mengambil hak-hak rakyat. Nafsu menguasai hak orang lain oleh para elit ini semata-mata demi kesenangan. Dalam bahasa Erich Fromm disebut dengan agresi destruktif. Dorongan semacam ini muncul bukan karena mereaksi dari suatu kondisi timpang, akan tetapi lebih  pada adanya perasaan tak berdaya menghadapi “rasa tidak puas” dalam diri mereka. Para elit merasa tidak puas dengan gaji yang didapat. Merasa kurang dengan fasilitas yang telah diperoleh. Ketidakpuasan ini melahirkan amarah yang mendorong mereka melakukan penghancuran sistem demi memuaskan keinginannya. Lebih memihak kepentingan kapital daripada kepentingan rakyat, karena dirasa lebih memuaskan ketakberdayaannya. Lebih sibuk dengan pencitraan daripada mengambil keputusan yang berisiko tapi demi kepentingan rakyat. Karena pencitraan dianggap dapat memuaskan ketakberdayaan pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi.
Penghancuran dan kekerasan yang telah pemerintah lakukan berdampak sistemik bagi negara. sehingga efeknya lebih dahsyat dibanding kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Kekerasan para elit ini melahirkan frustasi sosial dalam masyarakat kita. Rakyat menjadi marah karena kelakuan para elit yang tidak memihak kepentingannya. Nafsu destruktif para elit telah menjadi pendorong masyarakat melakukan tindakan agresi pula. Bagaikan mata rantai yang saling berkelindan. Sehingga untuk menyelesaikan akar kekerasan dalam masyarakat, perlu diputus mata rantainya.
Sebagai regulator negara, pemerintahan harus memulainya dengan menciptakan kesejahteraan yang seadil-adilnya bagi seluruh rakyat Indonsia. Tidak hanya untuk golongan tertentu saja. Pengelolaan dan pendistribusian hasil alam harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat disemua level. Pemerintah juga mutlak harus melakukan peningkatan kesejahteraan, pemenuhan hak-hak asasi dan rasa aman bagi rakyat, penegakan hukum yang bersih dan seadil-adilnya, jaminan kesehatan dan pendidikan bagi seluruh warga negara.  Semoga tahun 2012 ini menyisakan harapan ditengah amarah yang masih berkobar.
























Jumat, 12 Agustus 2011

Deradikalisasi dari kacamata psikologis

            Publik layak merasa prihatin dengan maraknya kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal. sebut saja bom buku Pepi Fernando, bom masjid  Cirebon, jaringan pembunuh polisi di Poso, teror racun sianida di Jakarta dan yang paling gress ditemukannya kelompok radikal di Pondok Pesantren Umar bin Khattab, di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Bima Nusa Tenggara Barat.
            Beruntunnya teror oleh kelompok radikal,menunjukkan bahwa jaringan teroris di Indonesia telah mengembangkan sayapnya sedemikian cepat dan masif, hingga polisi sulit mengendusnya. Pertanyaannya, mengapa  radikalisme, yang nota bene  identik dengan kekerasan dan kebencian sedemikian mudah menyebar di kalangan masyarakat Indonesia? Virus macam apa sebenarnya ideologi radikal itu?
Radikalisme merupakan ajaran teologi yang ekstrim, berlebihan dan memiliki pandangan yang sempit.  Radikalisme menjadi tumbuh subur dipicu oleh faktor internal dan eksternal seperti pemikiran, ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan faktor psikologis.  Semua faktor tersebut, menjadi amunisi bagi kelompok radikal untuk melakukan tindak  kekerasan terhadap orang-orang yang berada diluar kelompok mereka.
            Menurut  analisa psikologis, perilaku teror kelompok radikal, berkaitan dengan fikiran (thinking),  perasaan (felling) dan tindakan (action). Cara berfikir sebagai hasil dari pengelolaan informasi yang berpusat pada fungsi kognitif dan proses persepsi, sehingga menghasilkan pemahaman ajaran agama. Seringkali fikiran kaum radikal merupakan hasil pemahaman dangkal terhadap ajaran agama berdasar dari sumber yang tidak otentik. Misalnya buku-buku terjemahan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, atau memperoleh dari orang yang pemahaman agamanya kurang luas dan mendalam. Ahli kedokteran berbicara tafsir, ahli kimia membahas Al Qur’an atau ahli teknik bom membicarakan ayat-ayat tentang jihad.
Selanjutnya pemahaman yang telah diperoleh, dan tentunya mengalami distorsi dan penyelewengan dari ruh agama yang sebenarnya, menjadi bahan untuk mempersepsikan lingkungan yang mereka hadapi. Kelompok radikal ini melakukan penentangan-penentangan terhadap realitas yang ada. Mereka mempersepsi bahwa keterjepitan ekonomi yang dialami atau carut marutnya sosial politik merupakan akibat dari tidak totalnya mengamalkan ajaran agama. Sehingga satu-satunya jalan selamat adalah mengamalkan ajaran agama dengan “sebenar-benarnya”. Dan tentunya benar menurut persepsi mereka sendiri. Namun sayangnya, cara-cara yang ditempuh sangat kaku dan keras. Mereka menganggap orang lain yang memiliki persepsi agama berbeda atau diluar kelompok mereka adalah kafir, sehingga wajib dibunuh.
Kebencian dan kemarahan lalu menjadi kekuatan negatif yang menjadi pilihan sikap kelompok radikal. Penggabungan fungsi emosi dan perasaan ini menyangkut keyakinan (belief) terhadap apa yang telah mereka fahami. Dorongan rasa marah dan benci yang begitu kuat, karena keyakinan yang dimiliki, menghilangkan naluri kemanusiaan hingga mereka tega menyakiti dan membunuh orang diluar kelompok mereka. Alih-alih merasa kasihan, bahkan mereka merasa puas jika tindak teror yang mereka lakukan berjalan lancar dan sukses.

Upaya deradikalisasi para teroris
Menurut psikologi abnormal, individu yang mengalami rasa marah, benci, kecewa, cemas dan tertekan hingga menempuh jalan yang merusak diri sendiri atau orang lain merupakan perilaku abnormal.  Individu ini mengalami kesulitan menyesuaikan diri (maladaptif) terhadap keadaan yang dihadapi, sehingga mereka lari pada hal-hal yang dapat memuaskan dan menyamankan dirinya. Hal ini hampir sama dengan proses psikologis yang terjadi pada orang-orang radikal.
Awalnya mereka memiliki “idealitas” tentang kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Idelitas ini tercipta dari proses kognitif yang menghasilkan sebuah pemahaman tertentu. Tapi ternyata realitas yang terjadi jauh dari pemahaman yang telah terbangun. Lalu muncul lah perasaan-perasaan negatif dalam diri mereka, yang kemudian dikuatkan oleh faktor eksternal, seperti masalah ekonomi, sosial, politik dan pendidikan. Perasaan-perasaan negatif ini selanjutnya menjadi daya dorong bagi individu radikal untuk melakukan tindak yang merusak diri sendiri atau orang lain, seperti bom bunuh diri untuk melukai orang lain.
Setelah diketahui proses pembentukan keyakinan yang mendorong perilaku radikal para teroris, sejatinya akan lebih mudah melakukan deradikalisasi bagi mereka. Karena sesungguhnya distorsi dan penyelewengan yang terjadi adalah pada ranah kognitif, maka perlu terapi yang berkaitan dengan rekontruksi wilayah kognitif. Dalam dunia konseling dan psikoterapi, seringkali diterapkan CBT (cognitive behavior therapy). Metode terapi ini berusaha membongkar bangunan pemahaman individu radikal, dengan mengganti harapan yang tidak wajar menjadi lebih realistik .
Pembongkaran yang dilakukan harus dengan penuh empati. Perlu skill dan kemampuan khusus, misalnya penerimaan (acceptance), pemahaman (understanding), mendengarkan secara aktif (active listening),  merasakan apa yang dirasakan (reflection feeling).
Pertama, terima apa adanya sosok individu radikal ini. kemudian pahami apa yang menjadi idelita dalam fikiran mereka dan tindakan yang telah dilakukan, misalnya cita-cita mewujudkan negara khilafah, mengkafirkan orang diluar kelompok mereka, melakukan teror bom dimana-mana.  Selanjutnya dengarkan dan rasakan apa yang menjadi pikiran dan perasaannya. Barulah kemudian dilakukan dialog untuk mengubah keyakinan mereka yang tidak rasional. Merekontruksi kembali pemahaman agama mereka yang ekstrim menjadi lebih moderat. Karena sesungguhnya agama mengajarkan sikap moderat (tawassuth) dan toleransi (tasamuh) terhadap perbedaan. Agama juga merupakan rahmat bagi seluruh alam yang memiliki ajaran kasih sayang, bukan kebencian dan kemarahan.
Menjelang ramadhan ini, sudah saatnya pemerintah dan ormas-ormas moderat memperlakukan kelompok radikal lebih manusiawi. Lebih mengedepankan tindakan mengajak daripada mengejek, merangkul daripada memukul dan mengutamakan proses mendidik daripada menghardik. Karena sesungguhnya penjara dan hukuman tidak akan dapat mematikan keyakinan yang menjadi ideologi kelompok radikal (by: Ainna Amalia FN)  

Jumat, 08 Juli 2011

Gaji ke-13 Para Pejabat Negara

            Tanggal 30 Juni 2011 kemaren, pemerintah mengeluarkan PP no 33 tahun 2011 tentang gaji/pensiun/tunjangan bulan ke-13 kepada PNS, anggota TNI/Polri, pejabat negara dan pensiunan. Gaji ke-13 tahun ini menghabiskan anggaran negara 8 trilyun. Sebesar 1 trilyun dialokasikan untuk gaji ke-13 para pejabat negara yang terhormat.
            Menurut PP no 33 ini, para pejabat negara juga kecipratan jatah gaji ke-13. Padahal, tiap bulannya mereka telah mendapatkan gaji beserta tunjangan rata-rata diatas 10 juta. Lihat saja, gaji dan tunjangan presiden perbulan mencapai 62 juta, wakil presiden 42 juta;  menteri, jaksa agung, panglima TNI dan pejabat setingkat mendapatkan lebih dari 18 juta, ketua DPR 30 juta, wakil ketua DPR 26 juta. Maka jika mereka semua mendapat gaji ke-13, berarti awal bulan Juli ini para pejabat akan mendapat gaji dua kali lipatnya.
            Disamping menerima gaji tinggi, para pejabat negara juga mendapatkan fasilitas rumah dan mobil dinas. Semisal para menteri dan pejabat tinggi lainnya, fasilitas mobil dinas bermerk  Toyota Crow Royal Saloon seharga 1,3 milyar, yang sebenarnya dapat dipakai untuk menyediakan 6  mobil gress dengan harga yang lebih rendah hati. Rumah dinas yang mereka terima pun berharga milyaran rupiah.
            Akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan gaji dan fasilitas yang diterima pejabat negara di Belanda.  Salah satu negara kaya di dunia dengan pendapatan perkapita mencapai 22.570 euro. Alih-alih mendapat gaji ke-13, anggota parlemen negara Belanda bahkan tidak menerima gaji dan fasilitas mobil. Mereka hanya mendapat schadeloosstelling (ganti rugi) yang tidak terlalu besar nilainya. Sehingga banyak ditemukan anggota parlemen yang ngantor dengan naik trem, yaitu sejenis angkutan umum kota mirip kereta api tapi bentuknya lebih kecil, bahkan ada yang berangkat dinas dengan naik sepeda onthel. Negara hanya mengganti uang transport untuk kepentingan tugas ke-parlemen-an, sebesar 781,36 euro bagi yang bertempat tinggal dalam radius 10-15 kilometer dari komplek Parlemen Binnenhof (Den Haag), sedangkan yang tinggal di radius 15-20 kilometer mendapat 1.093,63 euro dan untuk radius lebih dari 20 kilometer mendapat uang transport 1.562,72 euro. Sehingga yang tinggal dalam radius kurang dari 10 kilometer, tidak masuk dalam ketentuan tersebut alias tidak mendapat apa-apa.   
Sungguh sangat berbeda dengan kondisi pejabat di tanah air, yang berlimpah gaji dan fasilitas. Ironisnya lagi, gaji tinggi dan beragam fasilitas bagi pejabat negara, tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyat indonesia. Menurut data BPS Maret 2011, penduduk miskin Indonesia mencapai 30,02 juta jiwa. Sekitar 12,49% dari total penduduk Indonesia. Masyarakat miskin ini berpenghasilan dibawah 220 ribu/bulan. Bisa dibayangkan, bagaimana repotnya memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dengan penghasilan yang hanya 220 ribu perbulan. Balum lagi untuk kebutuhan yang lain, misalnya pendidikan dan kesehatan.
Melihat kondisi semacam ini, pejabat, yang menjadi pelayan masyarakat harusnya merasa malu bila masih mendapatkan gaji ke-13. Anggaran sebesar 1 trilyun, yang dianggarkan untuk gaji ke-13 para pejabat, seharusnya di alokasikan untuk kepentingan rakyat kecil yang jauh lebih membutuhkan. Para pejabat seharusnya menyadari apa hakekat menjadi seorang pejabat, yaitu untuk malayani rakyat (to serve). Karena rakyat yang dilayani banyak yang belum hidup layak, maka tidak pantas bagi pejabat mendapatkan gaji ke-13 yang diambilkan dari APBN/APBD, yang nota bene adalah hasil keringat rakyat Indonesia. Walaupun dengan alasan “berat dan besarnya tanggung jawab sebagai pejabat negara”. Tugas berat dan tanggungjawab besar, memang sudah menjadi konsekwensi sebagai pejabat negara.  Atau dengan alasan “pejabat juga memiliki kebutuhan hidup seperti masyarakat lain”.  Saya kira, itu bukan alasan yang rasional bagi pejabat untuk menerima gaji lebih besar lagi, sementara masih banyak rakyat yang kesusahan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Mental pejabat yang rakus dan selalu kurang ini muncul karena, sistem dinegara kita mensyaratkan modal besar untuk menjadi pejabat. Otomatis ketika menjadi pejabat, mereka berusaha mengembalikan modal yang telah dipakai dengan berbagai cara. Disamping itu, budaya feodal telah mencetak pejabat kita  bermental “juragan”. Bergaya hidup mewah dan glamour.  Sehingga berapapun gaji dan fasilitas yang diterima, tidak akan mencukupi kebutuhan mereka.  Mental inilah yang telah membutakan hati pejabat kita. Sehingga mereka tidak peka dengan kesejahteraan masyarakatnya. Mereka lupa tugasnya untuk melayani rakyat. Para pejabat kita hanya berfikir bagaimana mendapatkan pelayanan yang maksimal dari rakyat.
Patut diapresiasi apa yang dilakukan ketua MK, Mahfud MD dan KPK yang menolak gaji ke-13. Penolakan ini sebagaimana juga dilakukan oleh ketua MK, Jimly Ashshidiqie, pada tahun 2006. Menurutnya Gaji ke-13 hanya pantas bagi PNS golongan I dan II. Sedangkan pejabat negara dengan golongan lebih dari itu tidak layak mendapatkannya. Jika para pejabat ini merasa kurang dengan gaji yang telah diterima, maka persoalannya adalah bukan pada besar kecilnya gaji, akan tetapi pada mental dan gaya hidup yang seharusnya dirubah menjadi lebih sederhana. Tidak perlu berlebih-lebihan.

Perlunya belajar kesederhanaan hidup
Urusan kederhanaan hidup, agaknya pejabat negara kita perlu belajar banyak dari sosok Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. Selama menjabat sebagai presiden, dia tidak pernah mengambil gajinya sebagai presiden. Ketika diwawancara oleh wartawan TV FOX Amerika, dia memberikan alasan bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan rakyat, dan ia bertugas untuk menjaganya. Mahmoud Ahmadinejad hanya menerima gajinya sebagai Dosen di sebuah Universitas yang berjumlah 250 Dollar perbulan. Presiden Iran ini juga tidak menempati rumah dinas yang mewah, tapi tetap tinggal di rumahnya sendiri yang sederhana, warisan dari ayahnya 40 tahun yang silam. Ketika perjalanan dinas, dia lebih memilih naik pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi. Sungguh sebuah potret pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingannya sendiri.
Para pejabat di India pun juga memiliki gaya hidup sederhana. Sebagaimana diceritakan Akbar Faizal (Hanura) ketika melakukan kunjungan kerja DPR ke India, bulan Mei lalu. Ketika  menerima kunjungan dari DPR RI, para menteri India hanya menggunakan baju sederhana khas India, bukan baju mahal merk luar negeri, karena mereka lebih senang mamakai produk dalam negeri.
Setelah melakukan kunjungan ke India, Anggota DPR komisi II ini mengaku merasa malu dengan gaya hidup pejabat di indonesia. Malu dengan banyaknya gaji dan fasilitas yang telah mereka terima. Sekarang, tinggal kita tunggu, apakah para pejabat ini akan tetap merasa malu menerima gaji ke-13. Apakah  mereka masih memiliki kekuatan nurani untuk menolak gaji ke-13? Kita lihat saja...(oleh Ainna Amalia FN)
Dimuat Harian Kompas 21 Juli 2011


Kamis, 10 Maret 2011

Kisah Ulang Tahun yang ke 6...

Hari ini jagoanku Ahmad Hekam Abdik Elmazer genap berusia 6 tahun, kamis, 10 Maret 2011. 
Sehari sebelum tanggal 10, dia minta ulang tahunnya dirayakan lagi seperti tahun lalu. "Bunda ulang tahunku dirayakan ya..aku mau ngundang teman-temanku", ungkapnya penuh harap. Dan aku diam..."Boleh bunda ya..di tony jack ya..disana ada badutnya..Aku juga pengen dapat kado banyak...", dia tetap meminta. "Boleh saja dirayakan, tapi nggak usah jauh-jauh ya, gimana kalo ulang tahunnya di mushola aja. Besok hari jum'at kan ada Maulidan tuh, jadi bareng sekalian. Nanti bunda bikin kuenya untuk teman-teman di Mushola", jawabku. "Aduh bunda, teman-teman ngajiku jahat-jahat, aku nggak mau, lagian nanti nggak dapat kado", tolaknya "Untuk kado, nanti bunda yang ngasih, mas Ekal minta kado apa?" jawabku mencoba membujuknya. "alah bunda-bunda, di tony jack ya..? rengeknya lagi. "Nanti kalo temannya nggak ada yang datang gimana", ucapku berusaha mengalihkan, dan akhirnya.."Ya wes, tapi bunda ngasih kadonya yang banyak ya, aku minta pesawat yang ada remotnya, harganya 400 ribu!", ujarnya. 
Pesawat dengan harga 400 ribu ?? Anakku memang sudah tahu barang dan harganya, karena dia pernah melihat sebelumnya. akhirnya untuk sementara aku iyakan permintaannya.


Ketika tanggal 10 Maret....
Pagi, anakku sudah siap-siap, mandi dan berpakaian rapi. Kemudian dia menagih kado ulang tahun kepadaku. Tanpa banyak ngomong, aku ajak dia ke toko mainan, agar memilih sendiri apa yang dia suka. Hari ini aku ijinkan dia tidak masuk sekolah.


Di toko mainan, penjual menunjukkan berbagai macam mainan. Singkat cerita, anakku tertarik dengan mobil sport seharga 65.000. Dalam hati aku bilang alhamdulillah, akhirnya bukan pesawat  dengan harga 400 ribu yang dipilih. Maklum bulan ini lagi banyak pengeluaran hehehe...
Setelah membeli kado ulang tahun, kuajak anakku ke perempatan lampu merah di daerah Kertajaya. Disana banyak sekali penjual asongan yang masih belia. Aku turun dari kendaraan diikuti anakku, dan memanggil penjual koran kecil, berusia 11 tahun. "Hai dek, beli koran!", Penjual koran kecil mendekat dengan wajah sumringah. "Saya lihat dulu beritanya ya..", sambil membaca headline aku bertanya pada penjual koran kecil "Nggak sekolah dek?", "Nggak bu, tidak punya biaya..." jawabnya "Lho sekarang sekolah kan gratis...", "Iya bu, tapi kalo saya sekolah, nanti nggak ada yang bantu emak mencari uang. Bisa-bisa nggak makan, adik saya kan ada 2 ", terangnya panjang lebar...Sedang anakku tampaknya memperhatikan obrolan ini. Dan ini yang aku harapkan..Dia dapat belajar dari penjual koran yang hidup serba kekurangan. Seorang anak yang keinginannya tidak selalu dapat terpenuhi, seorang anak yang dengan kemiskinannya, masih mau berusaha. Bekerja keras membantu orang tuanya.
Akhirnya aku membeli 2 koran, Jawa Pos dan Surya. Uang aku berikan kepada anakku, "tolong mas, kasih uang ini ke teman penjual, trus kembaliannya nggak usah diminta ya", pintaku sambil mengeluarkan uang dari dompet.


Dalam perjalanan pulang...
Terselib doa untuk anakku tersayang, semoga dia dapat belajar mensyukuri apa yang telah dimiliki, karena masih banyak anak yang tidak mempunyai sebagaimana yang telah didapat olehnya.
Semoga dengan bertambahnya umur, anakku semakin dapat memahami kearifan hidup dengan memungut hikmah yang berserak di semesta raya..
Amiin...

Selasa, 01 Maret 2011

Rasa kehilangan dan rasa syukur

Ada seorang teman cerita kepada saya, "Kemaren sabtu sepeda motorku ilang bu...kebangetann banget maling ni..", ceritanya dengan nada jengkel dan sedih. "Lho kok bisa", aku mencoba untuk simpati. "Iya, padahal udah diparkir dihalaman dengan pager tertutup, ilangnya pas siang lagi, huft....", ungkapnya semakin geregetan. "Dah lapor polisi?", tanyaku berusaha menghibur, "Udah, dari polisi ampe preman udah aku lapori", tambahnya "sabar ya jeng, mudah-mudahan segera ketemu dan ada hikmahnya...", hiburku

Dari pengalaman teman ini, coba kita bayangkan bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang sangat kita butuhkan atau kita cintai? tentunya sedih bukan? pengen menangis sekeras-kerasnya bukan? uft..tapi jangan lama-lama. Akan banyak energi yang terkuras jika kita tidak segera bangkit dan keluar dari lingkaran kepedihan ini.

Munculnya perasaan sedih, menyesal, kesal, marah ketika kita kehilangan sesuatu adalah hal yang wajar. sangat manusiawi. Setiap manusia yang normal pasti akan mengalami perasaan demikian. Semua sama, akan merasa sedih dan galau. Yang membedakan hanya pada cara pandang dan cara sikap kita ketika mengalaminya. Ada yang terpuruk ketika kehilangan apa yang disayanginya, hingga putus asa, bahkan depresi. Ada juga orang yang dapat mengambil hikmah dari peristiwa kehilangan yang terjadi. Yang lebih utama, ada orang yang mempu mensyukuri atas kehilangan dan kemalangan yang menimpa. Orang semacam ini selalu ingat dengan ayat Qur'an  yang mengatakan "Allah akan menguji manusia dengan rasa takut, lapar, kehilangan harta dan jiwa. Jika manusia tetap gembira dan bersyukur, tetap berharap pahala dan surga serta ridlo Allah, maka kebahagian hakiki pantas untuk mereka".

Dalam setiap kejadian apapun, orang yang terbiasa bersyukur, akan mampu memandang dari sisi positifnya, baik kebaikan maupun musibah. Bagi mereka, kemampuan mensyukuri apapun, merupakan kebahagiaan terbesar yang dimiliki. Jadi kebahagiaan bagi mereka bukan pada kejadian yang menimpa. Tapi lebih pada kemampuan mengelola fikiran dan perasaan untuk dapat menikmati setiap kejadian yang dialami, baik kemalangan maupun keberuntungan.

Kemampuan untuk mensyukuri segala keberuntungan dan kemalangan, dapat terbentuk jika fikiran dan perasaan kita dapat mengikhlaskan segala yang kita alami, merelakan apa yang kita hadapi, karena sudah merupakan kehendak yang mesti terjadi. Peristiwa yang "harus" terjadi dalam perjalanan hidup kita. Semua sudah tergambar dan tercatat di lauh mahfudz apa yang bakal kita hadapi ...
so belajarlah untuk mengikhlaskan segala yang kita hadapi, karena kita akan dapat mensyukuri segala yang kita terima...Karena sesungguhnya "kemampuan" kita untuk mensyukuri segala yang terjadi adalah kebahagiaan...Kebahagiaan hakiki yang senantiasa kita cari.

Jumat, 25 Februari 2011

jadikan aku...


separoh perjalanan telah kulalui..
sepenggal cerita tlah ku rangkai...
tlah menumpuk yang kudapat..
tersimpan rapi yang ku rengkuh
Namun, tak semua terasa manis,
ada yang asin dan pahit..
Yang manis, terasa indah dalam angan
yang pahit semoga menjadi cambuk kedepan

Tuhanku...
jadikan aku orang yang senantiasa berbaik sangka kepada-Mu
atas apa yang telah Kau gariskan untukku
agar aku menjadi orang yang iklhas...
ikhlas dalam menjalani Irodah-Mu

Tuhanku yang maha Rahman..
jadikan aku orang yang pandai bersyukur
atas segala yang tlah terberi
Hingga syukur senantiasa terucap
dan menjadi darah dalam hidupku
menjadi urat dalam nadiku
hingga ajal menjemputku..

Tuhanku yang maha lembut..
hiasilah hatiku dengan kelembutan
hingga aku senantiasa menebarkan kesejukan..
merangkai damai bagi sesama
di sisa umurku...