Total Tayangan Halaman

Jumat, 08 Juli 2011

Gaji ke-13 Para Pejabat Negara

            Tanggal 30 Juni 2011 kemaren, pemerintah mengeluarkan PP no 33 tahun 2011 tentang gaji/pensiun/tunjangan bulan ke-13 kepada PNS, anggota TNI/Polri, pejabat negara dan pensiunan. Gaji ke-13 tahun ini menghabiskan anggaran negara 8 trilyun. Sebesar 1 trilyun dialokasikan untuk gaji ke-13 para pejabat negara yang terhormat.
            Menurut PP no 33 ini, para pejabat negara juga kecipratan jatah gaji ke-13. Padahal, tiap bulannya mereka telah mendapatkan gaji beserta tunjangan rata-rata diatas 10 juta. Lihat saja, gaji dan tunjangan presiden perbulan mencapai 62 juta, wakil presiden 42 juta;  menteri, jaksa agung, panglima TNI dan pejabat setingkat mendapatkan lebih dari 18 juta, ketua DPR 30 juta, wakil ketua DPR 26 juta. Maka jika mereka semua mendapat gaji ke-13, berarti awal bulan Juli ini para pejabat akan mendapat gaji dua kali lipatnya.
            Disamping menerima gaji tinggi, para pejabat negara juga mendapatkan fasilitas rumah dan mobil dinas. Semisal para menteri dan pejabat tinggi lainnya, fasilitas mobil dinas bermerk  Toyota Crow Royal Saloon seharga 1,3 milyar, yang sebenarnya dapat dipakai untuk menyediakan 6  mobil gress dengan harga yang lebih rendah hati. Rumah dinas yang mereka terima pun berharga milyaran rupiah.
            Akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan gaji dan fasilitas yang diterima pejabat negara di Belanda.  Salah satu negara kaya di dunia dengan pendapatan perkapita mencapai 22.570 euro. Alih-alih mendapat gaji ke-13, anggota parlemen negara Belanda bahkan tidak menerima gaji dan fasilitas mobil. Mereka hanya mendapat schadeloosstelling (ganti rugi) yang tidak terlalu besar nilainya. Sehingga banyak ditemukan anggota parlemen yang ngantor dengan naik trem, yaitu sejenis angkutan umum kota mirip kereta api tapi bentuknya lebih kecil, bahkan ada yang berangkat dinas dengan naik sepeda onthel. Negara hanya mengganti uang transport untuk kepentingan tugas ke-parlemen-an, sebesar 781,36 euro bagi yang bertempat tinggal dalam radius 10-15 kilometer dari komplek Parlemen Binnenhof (Den Haag), sedangkan yang tinggal di radius 15-20 kilometer mendapat 1.093,63 euro dan untuk radius lebih dari 20 kilometer mendapat uang transport 1.562,72 euro. Sehingga yang tinggal dalam radius kurang dari 10 kilometer, tidak masuk dalam ketentuan tersebut alias tidak mendapat apa-apa.   
Sungguh sangat berbeda dengan kondisi pejabat di tanah air, yang berlimpah gaji dan fasilitas. Ironisnya lagi, gaji tinggi dan beragam fasilitas bagi pejabat negara, tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyat indonesia. Menurut data BPS Maret 2011, penduduk miskin Indonesia mencapai 30,02 juta jiwa. Sekitar 12,49% dari total penduduk Indonesia. Masyarakat miskin ini berpenghasilan dibawah 220 ribu/bulan. Bisa dibayangkan, bagaimana repotnya memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dengan penghasilan yang hanya 220 ribu perbulan. Balum lagi untuk kebutuhan yang lain, misalnya pendidikan dan kesehatan.
Melihat kondisi semacam ini, pejabat, yang menjadi pelayan masyarakat harusnya merasa malu bila masih mendapatkan gaji ke-13. Anggaran sebesar 1 trilyun, yang dianggarkan untuk gaji ke-13 para pejabat, seharusnya di alokasikan untuk kepentingan rakyat kecil yang jauh lebih membutuhkan. Para pejabat seharusnya menyadari apa hakekat menjadi seorang pejabat, yaitu untuk malayani rakyat (to serve). Karena rakyat yang dilayani banyak yang belum hidup layak, maka tidak pantas bagi pejabat mendapatkan gaji ke-13 yang diambilkan dari APBN/APBD, yang nota bene adalah hasil keringat rakyat Indonesia. Walaupun dengan alasan “berat dan besarnya tanggung jawab sebagai pejabat negara”. Tugas berat dan tanggungjawab besar, memang sudah menjadi konsekwensi sebagai pejabat negara.  Atau dengan alasan “pejabat juga memiliki kebutuhan hidup seperti masyarakat lain”.  Saya kira, itu bukan alasan yang rasional bagi pejabat untuk menerima gaji lebih besar lagi, sementara masih banyak rakyat yang kesusahan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Mental pejabat yang rakus dan selalu kurang ini muncul karena, sistem dinegara kita mensyaratkan modal besar untuk menjadi pejabat. Otomatis ketika menjadi pejabat, mereka berusaha mengembalikan modal yang telah dipakai dengan berbagai cara. Disamping itu, budaya feodal telah mencetak pejabat kita  bermental “juragan”. Bergaya hidup mewah dan glamour.  Sehingga berapapun gaji dan fasilitas yang diterima, tidak akan mencukupi kebutuhan mereka.  Mental inilah yang telah membutakan hati pejabat kita. Sehingga mereka tidak peka dengan kesejahteraan masyarakatnya. Mereka lupa tugasnya untuk melayani rakyat. Para pejabat kita hanya berfikir bagaimana mendapatkan pelayanan yang maksimal dari rakyat.
Patut diapresiasi apa yang dilakukan ketua MK, Mahfud MD dan KPK yang menolak gaji ke-13. Penolakan ini sebagaimana juga dilakukan oleh ketua MK, Jimly Ashshidiqie, pada tahun 2006. Menurutnya Gaji ke-13 hanya pantas bagi PNS golongan I dan II. Sedangkan pejabat negara dengan golongan lebih dari itu tidak layak mendapatkannya. Jika para pejabat ini merasa kurang dengan gaji yang telah diterima, maka persoalannya adalah bukan pada besar kecilnya gaji, akan tetapi pada mental dan gaya hidup yang seharusnya dirubah menjadi lebih sederhana. Tidak perlu berlebih-lebihan.

Perlunya belajar kesederhanaan hidup
Urusan kederhanaan hidup, agaknya pejabat negara kita perlu belajar banyak dari sosok Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. Selama menjabat sebagai presiden, dia tidak pernah mengambil gajinya sebagai presiden. Ketika diwawancara oleh wartawan TV FOX Amerika, dia memberikan alasan bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan rakyat, dan ia bertugas untuk menjaganya. Mahmoud Ahmadinejad hanya menerima gajinya sebagai Dosen di sebuah Universitas yang berjumlah 250 Dollar perbulan. Presiden Iran ini juga tidak menempati rumah dinas yang mewah, tapi tetap tinggal di rumahnya sendiri yang sederhana, warisan dari ayahnya 40 tahun yang silam. Ketika perjalanan dinas, dia lebih memilih naik pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi. Sungguh sebuah potret pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingannya sendiri.
Para pejabat di India pun juga memiliki gaya hidup sederhana. Sebagaimana diceritakan Akbar Faizal (Hanura) ketika melakukan kunjungan kerja DPR ke India, bulan Mei lalu. Ketika  menerima kunjungan dari DPR RI, para menteri India hanya menggunakan baju sederhana khas India, bukan baju mahal merk luar negeri, karena mereka lebih senang mamakai produk dalam negeri.
Setelah melakukan kunjungan ke India, Anggota DPR komisi II ini mengaku merasa malu dengan gaya hidup pejabat di indonesia. Malu dengan banyaknya gaji dan fasilitas yang telah mereka terima. Sekarang, tinggal kita tunggu, apakah para pejabat ini akan tetap merasa malu menerima gaji ke-13. Apakah  mereka masih memiliki kekuatan nurani untuk menolak gaji ke-13? Kita lihat saja...(oleh Ainna Amalia FN)
Dimuat Harian Kompas 21 Juli 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar